Membangun Persaudaraan Sejati Antarpemeluk Agama dan Kepercayaan - Perangkat Mengajar Katolik SMA/SMK

Membangun Persaudaraan Sejati Antarpemeluk Agama dan Kepercayaan

Pendahuluan

Setiap orang mendambakan kehidupan yang  damai dan sejahtera. Namun kenyataan menunjukkan bahwa hidup yang damai itu terasa sulit untuk diwujudkan secara utuh. Hal ini disebabkan oleh aneka perbedaan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Perbedaan yang paling mencolok dan sarat dengan sentimen adalah perbedaan agama. Sering dijumpai konflik yang disebabkan oleh perbedaan agama atau keyakinan. Semuanya terjadi karena orang kadang menyalahgunakan agama untuk kepentingan tertentu, misalnya demi melanggengkan kekuasaan. Selain itu masih banyak penganut agama yang kurang bahkan tidak memahami agama orang lain sehingga gampang untuk dihasut atau diprovokasi.

Untuk itu pada kesempatan ini akan diuraikan secara singkat tentang bagaimana membangun persaudaraan sejati melalui kerja sama antar umat beragama dan kepercayaan lain. Dalam pembahasan ini akan diingatkan tentang masalah-masalah yang mendasar dalam kehidupan beragama, mendalami fungsi-fungsi agama serta bagaimana ajaran Gereja Katolik tentang pentingnya dialog untuk membangun persaudaraan sejati.

Problem mendasar dalam Kehidupan Beragama

Ada begitu banyak masalah dalam kehidupan beragama terutama dalam relasinya dengan penganut agama atau kepercayaan lain.Berikut ini merupakan akar atau sumber masalah antar pemeluk agama sekarang ini, antara lain:

Persaudaraan

Fanatisme

Fanatisme merupakan sikap yang hanya menonjolkan agamanya sendiri dengan kecenderungan menghina atau menjelek-jelekkan agama lain sekaligus mengurangi hak hidupnya. Sikap fanatisme ini sering mengarah ke dominasi politik dan cita-cita mendirikan negara agama. Penyebab utama dari sikap fanatisme ini adalah kurang mengenal agama lain, hidup dalam daerah yang tertutup, pendidikan agama yang sempit dan mencari-cari kejelekan dari agama lain, rasa bangga yang berlebihan atas kejayaan agamanya sendiri dan tidak melihat kekurangan-kekurangan diri sendiri.

Fanatisme ini merupakan sikap mental yang paling berbahaya dalam perkembangan pribadi, kesatuan bangsa serta kerukunan dunia secara global. Perkembangan pribadi dicekik karena fanatisme membelenggu orang-orang dalam pandangan hidup yang tetap sama, statis dan tertutup sehingga tidak ada perubahan dan perluasan wawasan dan pandangan yang sangat dibutuhkan untuk mencapai kedewasaan akhlak. Sejarah membuktikan bahwa banyak agama-agama besar telah dinodai oleh fanatisme agama. Contohnya perang-perang dasyat yang dicetuskan oleh fanatisme agama adalah perang salib pada abad pertengahan antara penganut agama Kristen dan Islam.

Takhayul

Takhayul adalah kepercayaan yang terlalu besar terhadap benda atau perayaan tertentu, dalam hal ini orang lebih percaya pada benda atau perayaan tertentu dari pada percaya kepada Tuhan sendiri. Takhayul terutama pada agama primitif yaitu animisme. Manusia berusaha mencegah pengaruh roh-roh jahat dan mendapat bantuan dari roh-roh yang baik dengan perantaraan seorang imam atau dukun. Ada perayaan-perayaan tertentu yang harus dilewati misalnya pengorbanan, persembahan, penyiksaan, bertapa dan mati raga.

Tempat-tempat tertentu lebih-lebih kuburan dianggap sebagai tempat keramat sehingga orang-orang mengambil tanah dari situ untuk mendapat berkat. Selain itu ada tempat-tempat yang dianggap angker dan orang-orang berpandangan bahwa tempat-tempat itu diduduki oleh roh-roh jahat. Sesungguhnya takhayul akan berkembang menuju ilmu hitam yakni meminta bantuan roh-roh untuk mencelakakan sesama manusia. Para pemeluk takhayul mengabdikan Tuhan atau kekuasaan adikodrati untuk kepentingannya sendiri, artinya Tuhan harus melayani kepentingan manusia. Tidak dapat disangkal bahwa takhayul di Indonesia  baik di kota maupun di desa masih cukup kuat. Takhayul membelenggu manusia dalam ketakutan, merusak iman yang sejati serta menutup diri terhadap ilmu pengetahuan.

Fatalisme

Fatalisme merupakan suatu sikap yang mudah menyerah pada nasib. Nasib dianggap ditakdirkan oleh Tuhan. Sesungguhnya sikap fatalisme mengakibatkan manusia kurang berusaha menentang penderitaan dan terlalu mudah menghibur diri dengan perayaan-perayaan keagamaan dan menantikan surga. Orn-orang fatalis mempunyai pandangan yang picik tentang Tuhan dan pandangan yang tidak realistis terhadap dunia. Tuhan seakan-akan mentakdirkan nasib buruk untuk manusia. Ia gampang lari ke dunia yang idealis misalnya dalam perkawinan ada masalah, ia akan gampang ambil kesimpulan serta keputusan bahwa jodoh ini memang tidak ditakdirkan oleh Tuhan maka sebaiknya diceraikan saja.

Sikap fatalisme di Indonesia yang bersembunyi di balik topeng agama sangat melumpuhkan daya tekun serta kekuatan untuk melawan rintangan dan masalah. Dengan demikian sangat menghambat pembangunan nasional.

Mendalami Fungsi-fungsi Agama

Di tengah situasi dimana sering terjadi kerusuhan yang bernuansa agama maka pertanyaan yang sering diangkat ke permukaan adalah apakah fungsi agama sesungguhnya? Bukankah agama mengajarakan cinta kasih, kerukunan dan persaudaraan sejati?

Pada prinsipnya agama memiliki tujuan yang sangat mulia yakni:

  • Mewartakan keselamatan. Semua agama mewartakan keselamatan dan menjanjikan keselamatan kapada para penganutnya dan bukannya mengajarkan bencana. Karena alasan itulah manusia memeluk suatu agama. Manusia sesungguhnya merindukan keselamatan.
  • Mewartakan arti hidup. Agama-agama memberikan pandangan hidup yang meyakinkan para penganutnya untuk menghayatinya dalam kehidupan. Agama memberikan jawaban atas pertanyaan dari mana asal hidup manusia, apa makna hidup manusia dan apa tujuan hidup manusia. 
  • Mengajarkan cara hidup. Semua agama mengajarkan kepada pengikut atau penganutnya untuk hidup baik, hidup beretika dan hidup bermoral. Hidup yang baik akan membahagiakan dan menyelamatkan
Bila melihat fungsi agama-agama, sebenarnya sangat sulit untuk dimengerti bahwa ada kerusuhan dan bencana kemanusiaan yang disebabkan oleh agama. Hal ini terjadi jika agama ditunggangi oleh kepentingan lain. Dari sini yang dituntut untuk semua orang beragama adalah menyadari fungsi agama yang sebenarnya dan berusaha menjalin kerja sama dalam nuansa persaudaraan sejati.

Menggali Ajaran Kitab Suci dan Ajaran Gereja

Untuk mengetahui secara jelas tentang ajaran Kitab Suci tentang bagaimana membangun persaudaraan sejati mari kita membaca bersama kutipan teks Injil Lukas 10: 25-37 berikut ini:

Pada suatu kali berdirilah seorang ahli Taurat untuk mencobai Yesus, katanya: "Guru, apa yang harus kuperbuat untuk memperoleh hidup yang kekal?" Jawab Yesus kepadanya: "Apa yang tertulis dalam hukum Taurat? Apa yang kaubaca di sana?" Jawab orang itu: "Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu dan dengan segenap akal budimu, dan kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri." Kata Yesus kepadanya: "Jawabmu itu benar; perbuatlah demikian, maka engkau akan hidup." Tetapi untuk membenarkan dirinya orang itu berkata kepada Yesus: "Dan siapakah sesamaku manusia?" Jawab Yesus: "Adalah seorang yang turun dari Yerusalem ke Yerikho; ia jatuh ke tangan penyamun-penyamun yang bukan saja merampoknya habis-habisan, tetapi yang juga memukulnya dan yang sesudah itu pergi meninggalkannya setengah mati. Kebetulan ada seorang imam turun melalui jalan itu; ia melihat orang itu, tetapi ia melewatinya dari seberang jalan.  Demikian juga seorang Lewi datang ke tempat itu; ketika ia melihat orang itu, ia melewatinya dari seberang jalan. Lalu datang seorang Samaria, yang sedang dalam perjalanan, ke tempat itu; dan ketika ia melihat orang itu, tergeraklah hatinya oleh belas kasihan. Ia pergi kepadanya lalu membalut luka-lukanya, sesudah ia menyiraminya dengan minyak dan anggur. Kemudian ia menaikkan orang itu ke atas keledai tunggangannya sendiri lalu membawanya ke tempat penginapan dan merawatnya. Keesokan harinya ia menyerahkan dua dinar kepada pemilik penginapan itu, katanya: Rawatlah dia dan jika kaubelanjakan lebih dari ini, aku akan menggantinya, waktu aku kembali. Siapakah di antara ketiga orang ini, menurut pendapatmu, adalah sesama manusia dari orang yang jatuh ke tangan penyamun itu?" Jawab orang itu: "Orang yang telah menunjukkan belas kasihan kepadanya." Kata Yesus kepadanya: "Pergilah, dan perbuatlah demikian!" 

Berdasarkan kutipan teks Kitab Suci di atas dapat dilihat secara jelas tentang sikap dan tindakan Yesus. Dalam membangun persaudaraan sejati Yesus tidak mengenal batas latar belakang atau asal usul seseorang. Hal ini tampak dalam perumpamaan tentang orang Samaria yang baik hati. 

Orang Samaria itu sanggup menjadi sesama saudara bagi orang lain yang menderita tanpa memandang asal usul dan latar belakangnya. Orang yang berbeda suku, agama, cara beribadah dan berbeda kebudayaan ditolong dan dikasihinya dengan sepenuh hati, dengan segenap jiwa dan akal budainya. Inilah model persaudaraan sejati antara manusia dan sesama makhluk ciptaan Tuhan. Persaudaraan sejati tidak dibatasi oleh ikatan darah, suku dan agama. Setiap orang harus dikasihi sebagai saudara dan sesama.

Sementara itu berdasarkan ajaran Gereja tentang membangun persaudaraan sejati, kita akan melihat bersama kutipan dokumen Konsisli Vatikan II yakni Nostra Aetate artikel 1 berikut ini: 

Pada zaman kita bangsa manusia semakin erat bersatu dan hubungan-hubungan antara pelbagai bangsa berkembang. Gereja mempertimbangkan dengan lebih cermat, manakah hubungannya dengan agama-agama bukan kristiani. Dalam tugasnya mengembangkan kesatuan dan cinta kasih antar manusia, bahkan antar bangsa, gereja disini terutama mempertimbangkan manakah hal-hal yang pada umumnya terdapat pada bangsa manusia, dan yang mendorong semua untuk bersama-sama menghadapi situasi sekarang. Sebab semua bangsa merupakan satu masyarakat, mempunyai satu asal, sebab Allah menghendaki segenap umat manusia mendiami seluruh muka bumi. Semua juga mempunyai satu tujuan terakhir, yakni Allah, yang penyelenggaraan-Nya, bukti-bukti kebaikan-Nya dan rencana penyelamatanNya meliputi semua orang, sampai para terpilih dipersatukan dalam Kota suci, yang akan diterangi oleh kemuliaan Allah; di sana bangsa-bangsa akan berjalan dalam cahaya-Nya.

Berdasarkan dokumen Gereja di atas dapat digali maknanya dalam membangun persaudaraan sejati bahwa kita hendaknya menghormati agama-agama dan kepercayaan lain sebab dalam agama dan kepercayaan lain terdapat kebenaran dan keselamatan. Kita hendaknya berusaha untuk bersatu dalam persaudaraan sejati demi keselamatan manusia dan bumi tempat berpijak.

Selain itu ditegaskan pula bahwa setiap orang setiap orang yang tidak mencintai sesamanya sebagai saudara dengan umat beragama lain maka sesungguhnya ia tidak mengenal Allah. Gereja Katolik melalui dokumen ini ingin mengecam segala bentuk diskriminasi berdasarkan keturunan dan warna kulit, agama atau hal lainnya yang berlawanan dengan semangat hidup Yesus sendiri.

Penutup

Membangun persaudaraan sejati antar pemeluk agama tentu bukanlah perkara yang muda. Namun bukan berarti hal itu tidak bisa dilakukan atau dijalankan dalam kehidupan kebersamaan. Bermodalkan pemahaman bahwa  semua agama mengajarkan kebaikan yang universal maka sesungguhnya persaudaraan lintas batas itu bisa terwujud.

Gereja katolik tentu berpedoman pada teladan Yesus Kristus yang bergaul dengan semua orang tanpa membeda-bedakan batas sosial. Harapannya adalah sebagai orang Katolik harus berani memulai membangun persaudaraan sejati tanpa berburuk sangka dengan sesama saudara dari kelompok agama mana pun.

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Membangun Persaudaraan Sejati Antarpemeluk Agama dan Kepercayaan"

Posting Komentar