Gereja Hadir Untuk Dunia - Perangkat Mengajar Katolik SMA/SMK

Gereja Hadir Untuk Dunia

Gereja tidak hanya dimengerti sebagai sebuah gedung untuk melaksanakan ritual keagamaan orang Kristen. Namun lebih dari itu Gereja merupakan umat Allah yang sungguh percaya pada Yesus Kristus yang adalah Jalan dan Kebebaran dan Hidup. Umat Allah di sini adalah orang-orang yang hidup dalam dunia. Ini berarti umat Allah itu akan berjumpa dengan orang lain dengan latar belakang suku bangsa pun keyakinan yang berbeda. Sejarah mencatat bahwa Gereja Katolik pernah menutup diri terhadap dunia. Gereja hanya hidup untuk dirinya sendiri dan tidak mau terbuka dengan orang lain di luar dirinya. Hal ini bertolak dari pandangan bahwa di luar Gereja tidak ada keselamatan (extra ecclesiam nula salus). Konsep inilah yang membuat Gereja begitu tertutup dengan dunia sekitar.

Namun seiring berjalannya waktu, sejak Konsili Vatikan II dari tahun 1962 sampai tahun 1965, Gereja mulai membaharui dirinya. Gereja membuka dirinya terhadap dunia dengan segala macam keanekaragamannya. Di sini Gereja membuka pintu dialog dengan orang lain yang berbeda keyakinan. Di sini secara tegas Gereja menampilkan diri sebagai sebuah persekutuan yang terbuka. Gereja tidak lagi ada dan hadir untuk dirinya sendiri melainkan Gereja hadir di dunia dan untuk dunia. Suka cita dan kegembiraan haruslah menjadi tanda keselamatan bagi semua orang.

Melalui artikel sederhana ini, orang Katolik diarahkan untuk semakin menghayati hidupnya sebagai Gereja yang memiliki keterbukaan, peka terhadap kehidupan dunia yang luas. Tulisan ini juga merupakan salah satu bagian materi ajar Pendidikan Agama Katolik dan Budi Pekerti untuk Kelas Sebelas, Sekolah Menegah Atas. Harapannya agar generasi muda Katolik mendapatkan pengetahuan serta pemahaman yang utuh kehadiran Gereja yang terbuka serta siap membangun dunia yang lebih beradab.

Gereja
Foto oleh Saint Ariman dari Pexels

Perubahan Cara Pandang terhadap Gereja

Sebelum Konsili Vatikan II; Perlu diketahui bahwa sebelum Konsili Vatikan II, Gereja mempunyai konsep atau pandangan bahwa para hierarki seperti Paus, Uskup, dan Imam atau kaum tertabis memiliki peran sentral dalam kehidupan menggereja. Mereka mempunyai kecenderungan untuk menguasai Umat. Mereka memiliki kuasa dan hak untuk menentukan segala sesuatu bagi seluruh Gereja. Sedangkan Umat hanya mengikuti saja apa yang menjadi keputusan hierarki. 

Pandangan Gereja seperti ini cenderung hierarki sentris atau imam sentris. Artinya, hierarki atau imam menjadi pusat gerak hidup Gereja. Sehingga tidaklah mengherankan jika Gereja cenderung mementingkan aturan, ketimbang kehidupan umat. Lebih parahnya lagi, Gereja sering merasa sebagai satu-satunya penjamin kebenaran dan keselamatan bahkan bersikap memegahkan diri, merasa diri paling benar dan suci. Inilah yang merupakan gambaran Gereja yang tertutup atau tidak mau terbuka dengan dunia luar. Di sinilah muncul konsep bahwa tidak ada keselamatan di luar Gereja.

Setelah Konsili Vatikan II; Setelah Konsili Vatikan II terjadi perubahan pandangan terhadap Gereja. Gereja tidak lagi berpusat pada hierarki atau imam. Tetapi Gereja berpusat pada Yesus Kristus. Konsekuensinya adalah para imam (hierarki) hanya mengambil bagian dalam tugas Yesus Kristus dengan segala karisma dan talenta yang mereka miliki. Model kepemimpinan Gereja harus mengikuti semangat hidup Yesus yang datang untuk melayani dan bukan untuk dilayani. Dengan demikian, para imam ada dan hadir untuk melayani umat dengan cara memperhatikan kehidupan umat dan mau mendengarkan umat.

Umat juga ikut berpartisipasi aktif dalam membangun Gereja. Hierarki dan umat harus seiring dan sejalan, bekerja sama sebagai partner untuk secara bersama-sama pula bertangunjawab dalam membangun Gereja. Imam dan umat atau hierarki dan awam memiliki hak dan tanggung jawab yang sama. Meski demikian tetap ada batasnya terutama dalam kaitan dengan liturgi Gereja. Namun umat ikut aktif dalam wadah dewan paroki. 

Gerakan pembaharuan dalam Gereja setelah Konsili Vatikan II bukan hanya berkaitan dengan kepemimpinan dalam Gereja tetapi juga berkaitan dengan masalah dunia. Dalam konteks ini, gambaran tentang Gereja menjadi lebih terbuka dan bahwa di luar Gereja pun ada keselamatan. 

Ajaran Gereja dan Kitab Suci tentang Gereja yang Hadir untuk Dunia

Gereja yang hadir untuk dunia harus dimengerti sebagai Gereja yang terbuka terhadap dunia. Gereja pun dipahami sebagai sebuah persekutuan yang terbuka. Ajaran gereja tentang Gereja sebagai persekutuan yang terbuka tampak jelas dalam dokumen Konsili Vatikan II yakni Ad Gentes artikel 10. Berikut kutipannya:

Gereja, yang diutus oleh Kristus untuk memperlihatkan dan menyalurkan cinta kasih Allah kepada semua orang dan segala bangsa, menyadari bahwa karya misioner yang harus dilaksanakannya memang masih amat berat. Sebab masih ada dua miliar manusia, yang jumlahnya makin bertambah, dan yang berdasarkan hubungan-hubungan hidup budaya yang tetap, berdasarkan tradisi-tradisi keagamaan yang kuno, berdasarkan pelbagai ikatan kepentingan-kepentingan sosial yang kuat, terhimpun menjadi golongan-golongan tertentu yang besar, yang belum atau hampir tidak mendengar Warta Injil. Di kalangan mereka ada yang tetap asing terhadap pengertian akan Allah sendiri, ada pula yang jelas-jelas mengingkari adanya Allah, bahkan ada kalanya menentangnya. Untuk dapat menyajikan kepada semua orang misteri keselamatan serta kehidupan yang disediakan oleh Allah, Gereja harus memasuki golongan-golongan itu dengan gerak yang sama seperti Kristus sendiri, ketika Ia dalam penjelmaan-Nya mengikatkan diri pada keadaan-keadaan sosial dan budaya tertentu, pada situasi orang-orang yang sehari-hari dijumpai-Nya.

Pesan yang bisa diambil berdasarkan isi dokumen di atas adalah bahwa sesungguhnya Gereja diutus oleh Yesus Kristus untuk menunjukkan atau memperlihatkan sekaligus menyalurkan cinta kasih Allah kepada semua orang dari segala bangsa. Sebagaimana yang telah ditunjukan oleh Yesus Kristus yang datang untuk menyelamatkan semua orang dari golongan mana pun, maka Gereja juga harus memasuki semua golongan manusia dari mana-mana, termasuk keadaan sosial, budaya untuk mewartakan dan melaksanakan karya keselamatan Allah bagi semua orang.

Lebih lanjut Kitab Suci Perjanjian Baru juga memberikan gambaran tentang Gereja sebagai persekutuan yang terbuka. Hal ini tampak dalam bacaan Kisah Para Rasul 4: 32-37 tentang “Cara Hidup Jemaat Perdana”. Berikut kutipan lengkapnya:

Adapun kumpulan orang yang telah percaya itu, mereka sehati dan sejiwa, dan tidak seorang pun yang berkata, bahwa sesuatu dari kepunyaannya adalah miliknya sendiri, tetapi segala sesuatu adalah kepunyaan mereka bersama. Dan dengan kuasa yang besar rasul-rasul memberi kesaksian tentang kebangkitan Tuhan Yesus dan mereka semua hidup dalam kasih karunia yang melimpah-limpah. Sebab tidak ada seorang pun yang berkekurangan di antara mereka, karena semua orang yang mempunyai tanah atau rumah, menjual kepunyaannya itu, dan hasil penjualan itu mereka bawa dan mereka letakkan di depan kaki rasul-rasul; lalu dibagi-bagikan kepada setiap orang sesuai dengan keperluannya. Demikian pula dengan Yusuf, yang oleh rasul-rasul disebut Barnabas, artinya anak penghiburan, seorang Lewi dari Siprus. Ia menjual ladang miliknya, lalu membawa uangnya itu dan meletakkannya di depan kaki rasul-rasul.

Kutipan teks Kitab Suci di atas menggambarkan tentang kehidupan Gereja perdana. Di sana terlihat jelas tentang sikap dan perbuatan jemaat yang terbuka kepada orang lain. Mereka hidup dalam kelimpahan kasih karunia. Mereka memberikan apa yang menjadi milik masing-masing jemaat untuk dimanfaatkan secara bersama-sama. Keadaan ini menunjukkan sebuah persahabatan yang ideal di mana di antara mereka saling berbagi dan mereka pun hidup berkecukupan.

Gambaran tentang Gereja pada jemaat perdana di atas tentu masih relevan dengan situasi zaman sekarang ini. Situasi dan kondisi zaman tentu berbeda tetapi semangatnya masih tetap sama, yakni kepekaan sosial terhadap sesama yang membutuhkan. Dengan demikian Gereja tidak hanya sebatas berkecimpung dalam kehidupan rohani atau religius semata, tetapi Gereja juga harus menyentuh kehidupan sosial ekonomi masyarakat. Gereja dalam konteks ini adalah Gereja yang terbuka, yang berani menunjukkan diri atau bersaksi tentang Yesus Kristus yang datang untuk menyelamatkan semua orang dari segala lapisan dan golongan.

Kesimpulan

Sejak awal terbentuknya yakni pada Hari Raya Pentakosta, Gereja telah menunjukkan sebagai sebuah persekutuan yang terbuka. Persekutuan terbuka yang dimaksud adalah sebuah keterbukaan kepada semua orang dari segala lapisan masyarakat. Hal ini juga yang menjadi semangat dan teladan hidup Yesus sendiri. Meskipun Gereja pernah alami keadaan yang tertutup terutama sebelum Konsili Vatikan II tetapi Gereja selalu membaharui dirinya untuk berkembang selaras zaman dan tetap berpegang teguh pada spirit pelayanan Yesus Kristus. Gereja sudah terbuka pada semua orang. Gereja tidak lagi ada dan hadir untuk dirinya sendiri. Tetapi, Gereja ada dan hadir untuk dunia dan ingin mengubah dunia menjadi lebih beradab dan sejahtera untuk segala bangsa pada segala zaman. 

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Gereja Hadir Untuk Dunia"

Posting Komentar